Jumat, 12 Agustus 2011

menanggapi kebiasaan merokok di kalangan santri

Menanggapi kebiasaan merokok di kalangan santri

Sinyal atau alarm tanda bahaya bagi pesantren telah dibunyikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Sekretaris Jenderal PBNU, Endang Turmudi, dalam sambutan pembukaan Pelatihan Peningkatan Kemampuan dalam Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Narkoba yang diikuti 12 pesantren se-Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Yogyakarta, di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta, Kamis (31/01/2008), menyatakan, beberapa survei mensinyalir adanya segelintir santri yang terbukti mengonsumsi narkoba.

Statemen ini begitu menghentakkan, terutama bagi warga pesantren. Betapa tidak, narkoba yang lumrahnya identik dengan perilaku nakal remaja kota, kini mulai menjadi bagian dari kehidupan santri. Padahal, pesantren identik dengan "surga", sedang narkoba identik dengan "neraka". Karenanya, sungguh menggelikan jika dua simbol yang berbeda ini bertemu, justru di lingkungan pesantren. Jika demikian, apa yang salah dengan pesantren? Tidak mudah menjawabnya. Namun ada beberapa catatan yang penting diajukan terkait kenyataan ini.

Pertama, pesantren acap disebut sebagai "penjara suci", karena kentalnya nilai-nilai relijiusitas di dalamnya. Namun jika terbukti ada narkoba yang masuk ke dalamnya, ini tak lepas dari efek pasar bebas yang mampu menembus batas ruang dan waktu. Siapapun yang diyakini akan menghasilkan keuntungan, mereka akan menjadi korbannya, tak terkecuali para santri. Bandar memang tak peduli siapa korbannya. Pun tak peduli runtuhnya benteng moralitas mereka.

Kedua, banyak ahli meyakini, kecanduan narkoba bermula dari kebiasaan merokok. Ini bukan kesimpulan yang benar 100 persen, namun banyak yang membenarkannya. Dan, santri adalah tipe perokok hebat. Kadang ada gurauan di kalangan santri; "siapapun belum sah disebut santri jika nggak merokok". Ini bukti bahwa merokok telah menjadi bagian dari kesantrian itu sendiri, termasuk menjadi tradisi para kiai yang tak mudah dihentikan.

Menurut hemat penulis, jika benar ada keterkaitan erat antara narkoba dengan kebiasaan merokok, maka tidak ada alasan sedikitpun untuk mentolerir para santri melakukannya secara bebas. Diakui memang, keharaman merokok masih debatable. Sebagian ulama melarang dan sebagian lain membolehkan. Yang pasti, dalil keharaman merokok tak pernah ditemukan dalam doktrin Islam.

Kendati demikian, pintu apapun yang (diduga) akan mengantarkan pada narkoba, maka seharusnya ia ditutup rapat-rapat. Dalam tradisi pesantren, dikenal adagium amrun bi al-syai amrun bi wasailih (perintah mengerjakan sesuatu, berarti perintah mengerjakan perantaranya). Jika narkoba harus dihindari, maka perantara yang akan mengantarkan padanya juga harus dihindari. Simpelnya, jika rokok diyakini sebagai pintu masuk pada narkoba, maka rokok juga harus dihindari. Ini logika sederhana para santri, yang biasa disebut sadd al-dzari'ah (menutup pintu terjadinya kerusakan).

Ketiga, hubugan kiai-santri yang mungkin agak renggang, karena kesibukan kiai dan sebagainya, perlu dirajut dan dieratkan kembali secara lebih intensif. Kiai dan stake holder lainnya, kini memiliki tanggungjawab baru untuk memantau perkembangan demi perkembangan para santrinya secara serius; baik perkembangan pendidikan, pergaulan, moralitas atau tingkah laku. Dengan pantauan ini, diharapkan penyimpangan-penyimpangan dapat terhindarkan. Pesantren pun betul-betul berjalan sesuai fungsinya, yaitu membentuk jiwa-jiwa relijius nan jauh dari jejaring setan.

Keempat, pengelola pesantren mulai kini perlu menginjeksi informasi sebanyak-banyaknya seputar bahaya narkoba. Sebab bukan tidak mungkin, segelintir santri yang kedapatan mengonsumsi narkoba, itu lantaran mereka tidak memahami bahaya zat yang dikonsumsinya. Penginformasian ini bisa disisipkan di sela-sela pengajian kitab kuning, muhadharah, atau pengadaan seminar kecil dengan menghadirkan ahli atau mantan pecandu narkoba. Taburan informasi ini diharapkan bisa meminimalisir peredaran narkoba di lingkungan pesantren.

Kelima, genderang perang terhadap narkoba harus ditabuh dari pesantren dengan menjadikan pesantren sebagai basis penanggulangan narkoba. Ini tak lain karena pesantren adalah benteng terakhir umat Islam di negeri ini. Jika benteng ini jebol, narkoba dipastikan membanjir di mana-mana. Karena itu, pesantren harus memiliki kepedulian dan keseriusan mengatasi ancaman ini.

Jika point-point di atas bisa dilaksankan, sinyal bahaya narkoba bagi pesantren akan segera padam. Pesantrenpun akan kembali pada fungsi awalnya. Dan mudah-mudahan, pesantren bisa meloloskan dirinya dari intaian orang-orang jahat bandar narkoba. Syukur-syukur, pesantren bisa menjadi lembaga penyembuhan bagi para pecandu narkoba (seperti Ponpes Suryalaya di Tasikmalaya Jawa Barat asuhan Abah Anom), bukannya lembaga yang malah subur dihuni para pecandu narkoba. Amin! Wa Allah a'lam.[]

pemanfaatan teknologi informasi di kalangan pondok pesantren


PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DI PONDOK PESANTREN 
     Diakui bahwa pondok pesantren baik secara kelembagaan dan substansi pendidikannya telah banyak mengalami perubahan. Perubahan akan terus berlanjut terkait dengan perubahan social dan perubahan peraturan perundang-undangan. Khusus, setelah diundangkannya Undang Undang (UU) Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, bahwa secara kelembagaan, pesantren yang menyelenggarakan pendidikan madrasah, wajib mengikuti standar kurikulum secara nasional sebagaimana ketetapan UU. Ini artinya, pendidikan di pondok pesantren (madrasah) sudah tidak bisa dibedakan dengan sekolah umum semacam SMA, sama-sama membuka jurusan IPA, IPS, Bahasa dan Keterampilan, pada tingkat sekolah menengah.
Pengembangan pesantren bukanlah hal baru, dan akan terus dilakukan baik oleh internal pesantren maupun bekerja sama dengan lembaga lain. Secara internal, pesantren sudah memiliki caranya sendiri misalanya melalui saling mengambil menantu atau mengambil menantu dari kalangan santri yang pandai.  Disamping itu, pesantren juga memiliki prinsip menjaga dan berkembang yang hingga saat ini masih dijalankan. Dengan demikian, untuk berkembang, bagi pesantren bukanlah hal baru.
Mencermati perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa kini dan mendatang disertai dengan perkembangan kebudayaan, maka pendidikan pesantren tidak harus mengesampingkan pendidikan teknologi informasi (TI), terutama dalam menumbuhkan Islamic technological-attitude (sikap berteknologi secara Islami) dan technological-quotient (kecerdasan berteknologi) sehingga santri memiliki motivasi, inisiatif dan kreativitas untuk memahami teknologi.
Kemajuan TI di pesantren tidak mungkin terwujud tanpa adanya sumberdaya manusia berkualitas. Ketersediaan TI dan pemanfaatannya di lembaga pendidikan pesantren, sekalipun sederhana dan terbatas, akan meningkatkan pembelajaran dalam hal peningkatan efektifitas, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran.
Melihat fenomena tersebut, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan memandang perlu melakukan penelitian untuk mengkaji lebih jauh tentang  pemanfaatan teknologi informasi (TI) di pondok pesantren, dengan rumusan masalah bagaimana pesantren responsible terhadap penggunaan TI, baik dari sisi SDM, pemanfaatan dan bentuknya, serta dampak yang dtimbulkannya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: a) kemampuan SDM memanfaatkan TI di pesantren, c) pemanfaatan TI di pesantren, d) dampak  pemanfaatan TI  terhadap daya ubah  sistem pendidikan pesantren dan e) bentuk perangkat TI ke depan yang dibutuhkan dalam sistem pendidikan pesantren

Metodologi
Lokasi penelitian ini meliputi PP. Al-Hamidiyah dan PP. Sindang Resmi (Jawa Barat), PP. Pabelan (Jawa Tengah), PP Modern Al-Amanah dan PP. Amanatul Ummah (Jawa Timur), PP Al Mujahidin (Kalimantan Timur), PP. Nurul Haramain (NTB),  dan PP. Al-Ittifaqiyah (Sumatra Selatan)
Metode penelitian ini kualitatif dengan analisis deskriptif. Adapun PPS yang menjadi sasaran penelitian ada di enam propnsi meliputi:. Pesantren sasaran penelitian adalah  pesantren yang memiliki Laboratorium Komputer.
Teknik pengumpulan data dilakukan melaui form isian untuk menggali data kelembagaan, ketenagaan, sarana. Wawancara, untuk menggali data primer dan studi dokumen untuk menggali data sekunder.

Temuan
1.Kemampuan SDM TI
Berkaitan dengan kemampuan SDM TI terdapat dua katagori pesantren. Pesantren yang SDM TI sudah menguasai beberapa software diantaranya PP Nurul Haramain dan PP. Modern Al Amanah, PP. Al-Hamidiyah dan PP. Amantul Ummah dan PP Al Mujahidin). SDM TI nya sudah dapat mengoperasikan selain Microsoft Office (software standar), tapi juga menguasai software yang lainnya : Photoshop, coreldraw dll. Sebaliknya pada PP. Al-Ittifaqiyah, dan PP. Sindang Resmi,  SDM TI hanya dapat menguasai software Office. Sebagian besar santri, ustadz dan TU baru dapat mengoperasikan Microsoft Office (software standar) yaitu Microsoft Word, Excell dan Power Point.
Tentang kesesuaian latar belakang pendidikan ustadz TI, tidak sepenuhnya ustadz TI di pesantren sasaran berpendidikan sarjana komputer, tetapi ustadz-ustadz tersebut berpendidikan S1 yang menguasai tentang TI. Secara umum penguasaan TI lebih banyak diasah secara otodidak dan pengalaman serta tingkat penguasaan mereka masih sebatas penggunaan tool atau alat standar pada aplikasi software belum kepada penguasaan program software.

2.Pemanfaatan TI
Berkaitan pemanfaatan TI dalam perannya sebagai lembaga keagamaan, PP. Nurul Haramain sebagai lembaga keagamaan, santri dan masyarakat sekitar menerima kegiatan syiar dawah dari para kiyai dengan menggunakan perangkat teknologi berupa Komputer dan LCD yang diletakkan permanen di masjid Nurul Haramain. Dalam perannya sebagai lembaga pendidikan islam , perangkat TI digunakan oleh ke delapan pesantren sasaran untuk proses belajar mengajar di kelas oleh ustadz dan santri serta pengelolaan adminstrasi pesantren oleh staff TU dan pengurus pesantren. Khusus pada PP. Nurul Haramain dalam proses belajar mengajar kitab kuning, kiyai nya sudah menggunakan Software Maktabah Syamilah. Islamic programs untuk mempelajari zakat, waris dan waktu sholat, Qur'anic Learning untuk mempelajari tajwid. Sedangkan pada PP. Alhamidiyah dalam kajian islam sudah memanfaatkan Kamus Arab dan Al-Qur'an digital.
Peranan lain yaitu pesantren sebagai lembaga sosial. Khusus untuk pesantren Pabelan , pemanfaatan Komputer sudah digunakan untuk keperluan yang lebih luas yaitu selain untuk proses pendidikan  (STEP  II) juga untuk kegiatan ketrampilan (Life skill) melalui Telecenter e-Pabelan menyediakan layanan informasi kepada masyarakat desa tentang berbagai hal untuk para petani dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup mereka (sosialisasi informasi-informasi yang sedang trend seperti pendidikan, kesehatan, teknologi informasi, perempuan, life skill.

3.Dampak pemanfaatan TI
Pada dasarnya dampak pemanfaatan TI terhadap daya ubah system pendidikan di pesantren sasaran  beragam tingkat daya ubahnya. Dari kedelapan pesantren sasaran, terdapat dua katagori dampak pemanfataan TI. Katagori pertama, Lima pesantren (PP Nurul Haramain, PP. Al-Hamidiyah, PP. Amanatul Ummah,  PP Al Mujahidin, dan PP. Pabelan) memberikan respon sangat signifikan  dampak pemanfaatan TI bagi sistem pendidikan, karena sudah melakukan pembaharuan sistim pendiidkan yang integratif dengan menerapkan TI pada seluruh kegaitan pesantren
Sedangkan katagori ke dua, PP. Modern Al-Amanah,  PP. Al-Ittifaqiyah dan PP. Sindang resmi menyatakan bahwa dampak ekstrim terhadap pola pendidikan tidak terlihat jelas atau tidak terlalu signifikan pemanfataan TI. Dalam proses pembelajaran, pola penyampaian masih bersifat metode konvensional dalam arti ustadz dan pengajar menyampaikan materi pelajaran dan memberi  tugas belajar masih dengan cara bertatap muka di dalam kelas. Santri masih membaca buku dan mencatat pelajaran, hanya ketika mencari data, santri sudah menggunakan internet tidak dengan manual. Dengan demikian di ketiga pesantren ini pemanfataan TI hanya sebagai penunjang dan bukan sebagai komponen penting.
4. Perangkat TI yang diperlukan ke depan
Dari kedelapan pesantren sasaran, dapat disimpulkan bahwa perangkat TI yang dibutuhkan ke depan oleh pesantren adalah: pertama, tersedianya perangkat Hardware yang lengkap meliputi penambahan jumlah : PC, LCD, Printer, Multi media, internet, LAN, Media Audio. Kedua, tersedianya perangkat Software pembelajaran yang memanfaatkan TI sehingga dapat digunakan dalam proses belajar mengajar. Ketiga, tersedianya  perangkat Brainware (SDM TI) berkualitas yang mampu menggunakan hardware dan software, oleh karena itu pemerintah perlu mengadakan pelatihan dan workshop tentang perangkat TI.
5.Strategi pemanfaatan TI
strategi yang di lakukan untuk pengembangan pemanfaatan TI di 8 pesantren sasaran diantaranya: pertama, melengkapi infrastruktur TI (hardware dan software). Kedua, peningkatan SDM (penambahan pengetahuan dan ketrampilan TI) melalui perekruitan tenaga ustadz dan TU  yang menguasai TI, mengikut sertakan para ustadz dan TU dalam pelatihan-pelatihan TI baik yang dilaksanakan oleh Diknas, Depag, Perguruan Tinggi dan Oleh Yayasan. Ketiga,  peningkatan dana untuk penyelenggaraan dan pemeliharaan TI, dan Keempat, perluasan jaringan ke berbagai perguruan  tinggi.

Rekomendasi
1.Pesantren berupaya meningkatkan jumlah dan kelengkapan perangkat TI, oleh karena itu perlu dilakukan koordinasi antara pesantren dengan pemerintah Kab/Kota  dan Departemen Agama (khususnya Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren) dalam rangka memberikan bantuan pengembangan TI.
2.Berupaya meningkatkan kemampuan ustadz, tenaga administrasi (TU) dan santri dalam memanfaatkan TI untuk kegiatan belajar-mengajar di sekolah dan pengelolaan pendidikan guna mendorong  mutu hasil pendidikan yang optimal.
3.Departemen Agama (khususnya Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren) perlu mengadakan pelatihan TI bagi ustadz pesantren (penguasaan perangkat keras dan lunak serta perawatannya) untuk memaksimalkan pemanfaatan perangkat TI yang sudah ada, melalui diklat dan seminar-seminar tentang TI secara terencana dan berkelanjutan.
4.Departemen Agama (khususnya Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren) diupayakan melakukan studi kelayakan kepada pesantren yang akan diberi bantuan perangkat komputer. Pesantren yang berprespektif adaptif , pemanfaatkan komputer hanya sebagai pelengkap/penunjang dalam sistem pendidikan maka perangkat TI yang dibutuhkan berbeda dengan pesantren yang berprespektif antisipatif yang memanfaatkan TI sebagai grand strategic dalam program pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren  secara integral dan holistic.