Tampilkan postingan dengan label tentang assa'idiyyah 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tentang assa'idiyyah 2. Tampilkan semua postingan

Senin, 21 Mei 2012

Sejarah Pondok Pesantren BAHRUL ULUM

Pondok Pesantren Bahrul Ulum (PPBU) didirikan oleh KH. Abdus Salam seorang keturunan raja Majapahit, pada tahun 1838 M di desa Tambakberas, 5 km arah utara kota Jombang Jawa Timur. Banyak cerita yang mengisahkan kenapa KH. Abdus Salam seorang keturunan ningrat, bisa sampai ke desa kecil yang kala itu masih berupa hutan belantara penuh dengan binatang buas dan dikenal sebagai daerah angker.
KH. Abdus Salam meninggalkan kampung halamannya menuju Tambakberas untuk bersembunyi menghindari kejaran tentara Belanda. Bersama pengikutnya ia kemudian membangun perkampungan santri dengan mendirikan sebuah langgar (mushalla) dan tempat pondokan sementara buat 25 orang pengikutnya. Karena itu, pondok pesantren itu juga dikenal pondok selawe (dua puluh lima).
Perkembangan pondok pesantren ini mulai menonjol saat kepemimpinan pesantren dipegang oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, cicit KH. Abdus Salam. Setelah kembali dari belajar di Mekkah, ia segera melakukan revitalisasi piondok pesantren. Ia yang pertama kali mendirikan madrasah yang diberi nama Madrasah Mubdil Fan. Ia juga membentuk kelompok diskusi Taswirul Afkar dan mendirikan organisasi Nahdlatul Wathon yang kemudian dideklarasikan sebagai organisasi keagamaan dengan nama Nahdlatul Ulama (NU). Deklarasi itu ia lakukan bersama dengan KH. Hasyim Asy’ari dan ulama lainnya pada tahun 1926.
Nama Bahrul Ulum itu tidak muncul saat KH. Abdus Salam mengasuh pesantren tersebut. Nama itu justru berasal dari KH. Abdul Wahab Hasbullah. Ia memberikan nama resmi pesantren pada tahun 1967. Beberapa tahun kemudian pendiri NU ini pulang ke rahmatullah pada tanggal 29 Desember 1971.
Mulai tahun 1987 kepemimpinan pondok pesantren dipegang secara kolektif oleh Dewan Pengasuh yang diketuai oleh KH. M. Sholeh Abdul Hamid. Mereka juga mendirikan Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum yang diketuai oleh KH. Ahmad Fatih Abd. Rohim. Para kiai yang mengasuh PP Bahrul Ulum itu diantaranya, KH. M. sholeh Abdul Hamid, KH. Amanullah, KH. Hasib Abd. Wahab,
Dibawah kepemimpinan KH. M. Sholeh, PPBU mengalami perkembangan sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dengan semakin membludaknya santri yang belajar di pondok pesantren yang telah banyak menghasilkan ulama dan politisi.KH. Abdurrahman Wahid mantan presiden ke 4 RI juga alumni pesantren yang sering kedatangan tamu dari pemerintah pusat ini. Santri yang belajar di PPBU tidak hanya datang dari daerah Jombang saja tapi juga dari seluruh wilayah Indonesia, bahkan juga dari Brunei Darussalam dan Malaysia.
Sampai tahun 2003 ini PPBU dihuni hampir 10.000 santri. Untuk menampung santri, pesantren membuat asrama dalam komplek-komplek pemukiman yang terpisah-pisah, tetapi tetap dibawah pengawasan pondok induk. Dan setiap kompek diawasi dan diasuh oleh seorang kiai. Komplek-komplek tersebut meliputi; komplek pondok induk Al-Muhajirin I, II, III dan IV, Al-Muhajiraat I, II, III dan IV, As-Sa’idiyah putra, As-Sa’idiyah putri, Al-Muhibbin I dan II, Ar-Roudloh, Al-Ghozali, Al-Hikmah , Al-wahabiyah, Al-Fathimiyah, Al-Lathifiyah I dan II dan an-Najiyah.
Seiring dengan perkembangan pesantren yang semakin pesat, pengelolaan pesantren dilakukan secara profesional. Kegiatan pesantren sehari-hari tidak langsung ditangani oelh pengasuh. Tetapi diserahkan kepada pengurus Bahrul Ulum yang terdiri dari para Gus dan Ning (putra kiai), ustadz, ustadzah dan santri senior. Untuk operasionalnya dibentuk bidang-bidang dengan distribusi tugas secara teratur.
Selain itu, santri juga bisa mengikuti berbagai organisasi penunjuang dalam lingkungan pesantren seperti, Jam’iyyah Qurro’ wa; Huffadh (JQH), Forum Kajian Islam (FKI), Corp Dakwah Santri Bahrul Ulum (CDS BU), Koppontren Bahrul Ulum, OSIS ada disetiap sekolah dan madrasah., Keluarga Pelajar Madrasah Bahrul Ulum, Organisasi Daerah (ORDA) organisasi ini merupakan wadah santri menurut asal daerah santri, Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (SM STT).
Kegiatan belajar santri PPBU dalam kesehariannya sangat variatif dan diklasifikasikan menurut jenjang pendidikannya masing-masing. Namun secara umum pengajian kitab salaf (literatur klasik) sangat menonjol. Disamping itu, santri juga diwajibkan mengikuti Madrasah Al-qur’an dan Madrasah Diniyah. Prgram takrorud durus (jam wajib belajar) waktunya ditetapkan oleh pengurus harian Bahrul Ulum.
PPBU juga menyelenggarakan kegiatan sosial seperti, sunatan massal, bakti sosial, penyuluhan masyarakat, pengiriman dai ke daerah-daerah tertinggal, panti anak yatim dan lain sebagainya.
Sebagai kaderisasi pesantren, agar kelangsungan pendidikan agama tetap berjalan dan tidak mengalami kemunduiran apalagi sampai pesantren mengalami bubar, para pengasuh mengirimkan putra-putri belajar ke pesantren lain juga menimba ilmu di perguruan tinggi, seperti putra KH. M. Sholeh ada yang dikirim belajar ke pesantren Lirboyo Kediri.
Penyelenggaraan Pendidikan
Pondok Pesantren Bahrul Ulum secara umum menyelenggarakan pendidikan formal dan non formal. Untuk pendidikan formal mengacu pada kuriklum DEPAG dan DIKNAS. Adapun yang mengikuti kurikulum DEPAG, meliputi MI (Madrasah Ibtidaiyah) Bahrul Ulum, MTsN (Madrasah Tsanawiyah Negeri) Bahrul Ulum, MTs (Madrasah Tsanawiyah) Bahrul Ulum, MAN (Madrasah Aliyah Negeri) Bahrul Ulum dan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Bahrul Ulum. Sedangkan pendidikan fromal yang mengikuti kurikulum DIKNAS meliputi, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Bahrul Ulum, Sekolah Menengah Umum (SMU) Bahrul Ulum dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Tehnik Bahrul Ulum.
Walaupun kegiatan pendidikan formal sangat padat, namun pengajian dan pendidikan kitab salaf tetap sangat dipentingkan. Dan sistem tradisional seperti sorogan, bandongan , wkton, takhassus, takror, tahfidh dan tadarrus tetap dipertahankan. Adapun jenjang pendidikan salaf meliputi TK, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Ibtidaiyah Program Khusus, Madrasah Diniyah, Madrasah Al-Qur’an, Madrasah Mu’allimin / Mu’allimat Atas dan Madrasah I’dadiyah Lil Jami’ah.
Selain itu PPBU dalam ikut mengembangkan minat dan bakat para santri juga memberikan kegiatan ekstra kurikuler, seperti majalah pesantren Menara, Marching Band, komputer, menjahit, elektronika, seni hadrah, seni qasidah, tata busana, tata boga, bela diri, pramuka, palang merah remaja (PMR), unit kesehatan sekolah (UKS) dan karya ilmiyah remaja. Disamping itu, pesantren juga menyelenggarakan pelatihan dan kegiatan ekstra keagamaan seperti pelatihan jurnalistik, bahasa asing, penelitian, kepemimpinan, kepustakaan, keorganisasian, advokasi masyarakat, kewirausahaan, manasik haji, seni baca Al-Qur’an , khutbah, pidato, bahtsul masail, diba’iyyah dan lain sebagainya. (depag/mus)

Minggu, 06 Mei 2012

BIOGRAFI KH.AMANULLAH.AR


Kelahiran dan masa kecil KH.Amanullah AR
           
 Drs. KH. Amanulloh AR ( singkatan dari Abdurrohim ) , lahir di desa tambakberas kabupaten jombang pada tanggal 08 oktober 1942. Beliau adalah putra ke – 4 dari lima bersaudara. Ayahnya KH. Abdurrohim chasbulloh, Adalah adik kandung dari KH. Abdul wahab chasbulloh, seorang ulama pendiri dan penggerak nahdlotul ulama. Ibunya, Ny. Hj. Mas Wardiah, yang berasal dari kauman Yogyakarta adalah merupakan salah satu kerabat dekat dari KH. Ahmad Dahlan, pendiri organisasi Muhammadiyyah. Perkawinan antara Kyai Abdurrohim dan Nyai HJ. Raden Mas Roro Wardiah ini adalah merupakan sesuatu yang unik, mengingat bahwa latar belakang ideologi pemikiran yang berbeda. Yang satu NU dan yang satunya Muhammadiyah. Sunni, sementara yang satu lebih reformis dan bukan seringkali tidak sependapat dengan amaliya-amaliya orang NU. Tapi dari perkawinan trans organisasi keagamaan ini lah yang kemudian mempunyai pengaruh moderat pada keturunanya.
                Kyai Abdurohim adalah seorang kyai yang moderat dan terdidik secara moderat pula. Selauin belajar di kampung halamannya sendiri, beliau juga sebagaimana putra putri kyai chasbulloh yang lain seperti kyai Wahab Chasbulloh dan kyai Hamid Chasbulloh – beliau juga pernah mengenyam pendidikan di makkah. Pada masa hidupnya beliau aktif mengelole pendidikan yang didirikan olek ayahnya dan memeperkenalkan pelajaran matematika dan tulisan latin di pesantren Tambakberas yang sebelumnya hanya mengenal tulisan arab dan melayu pegon. Sifatnya yang moderat di tujukan dengan keterlibatannya di organisasi Muhammaddiyah, meski pada saat yang sama beliau juga seorang NU dan adik kandung pendiri NU. Berdirinya muhammadiyah cabang Jombang juga tidak lepas dari peran serta beliau. Bahkan beliau pernah menjabat sebagai ketua ranting Muhammadiyah desa tembelang Jombang. ( ketika NU sudah berdiri, oleh mbah Wahab beliau di minta untuk lebih berkonsentrasi membantu NU di Jombang ) kitab yang rutin di baca oleh ke duanya mempunyai kyai Abdurrohim adalah seperti hadist khshohih muslim dan tafsir Baidlowi. Putra putri kyai Abdurrohim selain kyai Aman adalah kh. Al fatich ar, Ny Bariroh, KH. Nasrulloh AR, dan K. Hisnulloh AR. KH. Abdurrohim meninggal pada tahun 1943.
                Meskipun Mbah Nyai Mas Wardiah lahir dari lingkungan Muhammadiyah dan di besarkan dalam tradisi Muhammadiya, tapi kiprah dan perjuangan Nyai Mas Wardiyah di Pesantren Tambakberas yang notabene adalah NU, tidah pernah di ragukan. Dengan background pendidikannya dari kota pelajar pun Yogyakarta, beliaupun aktif mengajarkan aksara latin dan Pelajaran Umum lainnya.Penguasaan Nyai Mas Wardiyah terhadap Pengetahuan ini barang kali bisa di maklumi, mengingat bahwa paman beliau yaitu KH.Ahmad Dahlan-Menurut catatan karel Steenbrink-adalah seorang yang di kenal memiliki pengetahuan yang Luas dalam ilmu Alam, bahkan Pengetahuannya terhadap ilmu Alam dan Eksak ini lebih luas daripada Pengetahuannya,,, dalam ilmu agama.Lahirnya madrasah kelas putri di Pondok pesantren bahrul ulum,menurut beberapa sumber yang penulis di hubungi adalah tidak lepas dari Ide dan Prakarsa Nyai mas wardiyah yang di dampingi oleh Ny. Hasbiyah dan Nyai Mashudah binti Kyai Nur.Menurut mbak Umdatul Choirot, nyai mas Wardiyah juga menguasai bahasa Belanda secara fasih. jika ada hal-hal Rahasia yang tidak boleh di dengar oleh anak kecil,maka mbah Mas berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Belanda dengan dua adik beliau yaitu mbah asfiyah dan Mbah Bil atau Zabili.
                Masa kecil gus Aman-begitu kawan-kawannya biasa mmanggil beliau yang lahir pada masa Pendudukan Jepang, adalah merupakan masa-masa yang sulit. kondisi sulit bangsa yang mengalami penjajahan dan usaha.untuk merebut kemerdekaan, di tambah lagi dengan meninggalnya sang ayah pada saat usia Amanulloh kecil pada usia 2 tahun, merupakan kepahitan hidup yang membekas dalam dirinya  ( tapi juga merupakan cambuk baginya untuk memeberikan yang terbaik bagi putra putrinya kelak. Dalam bahasa beliau,beliau mengatakan kepada penulis pada saat-saat santai di malam hari “Aku Dendam karo Jaman Cilikku biyen.biyen uripku prihatin…… saiki aku gak kepengen anak-anakku susah”) beliau tidak pernah sarapan bila berangkat sekolah.jika siang hari pulang sekolah,seingkali beliau hanya makan telo atau ubi. ketegaran dan kekuatan ibunya lah yang berhasil membesarkan lima orang anaknya sendirian, yang menjadi semacam cambuk penyemangat bagi amanulloh kecil untuk berjuang keras agar mencapai keberhasilan dalam hidupnya. Tak heran jika semboyan hidup beliau adalah ‘’IKHTIAR IKHTIAR DAN IKHTIAR’’.

BANGUNAN ASSAIDIYYAH 2


Photobucket

Photobucket
Photobucket
Photobucket